Senin, 06 Januari 2014

A. Definisi
Morbus Hansen adalah penyakit kronis yang disebabkan infeksi Mycobacterium Leprae. (M. Leprae). (Arief Mansjor, 1999)
Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah penyakit infeksi yang kronik penyebabnya adalah Mycobocterium Leprae yang intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mokusa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (FKUI)

B.Etiologi


Kuman penyebabnya adalah Mycobocterium Leprae yang ditemukan oleh G. A. HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial. M. Leprae berbentuk basil dengan ukuran 3 – 8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol, serta positif – gram.

C.Patofisiologi

Setelah M.Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit Morbus Hansen bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular medated immune) pasien. Kalau system imuntas selular tinggi, penyakit berkembang ke  arah tuberkoloid dan bila rendah, berkembang ke arah Lepromatosa M.Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relative lebih dingin, yaitu di daerah akral dengan vaskularsasi yang sedikit.

D. Gejala Klinis


    1.       Kelainan syaraf tepi
Kerusakan syaraf tepi bisa bersifat sensorik, motorik dan autonomik. Sensorik biasanya berupa hipoestesi ataupun anestesi pada lesi kulit yang terserang. Motorik berua kelemahan otot, biasanya didaerah ekstremitas atas, bawah, muka dan otot mata. Autonomik menyerang persyarafan kelenjar keringat sehingga lesi terserang tampak lebih kering. Gejala lain adalah adanya pembesaran syaraf tepi terutama yang dekat dengan permukaan kulit antaralain : n. ulnaris, n. aubikulasi magnus, n. peroneus komunis, n. tibialis posterior dan beberapa  syaraf tepi lain.
   
    2.     Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensinilitas. Lesi kulit dapat tinggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga.lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula,papul atau nodula.
   
    3.       BTA Positif
Pada beberapa kasus ditemukan hadil basil tanah assam dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.


E. Pemeriksaan Penunjang



    1.       Pemeriksaan Klinis

    Kulit

Dicari adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu, nyeri dan rasa raba pada lesi yang dicurigai :

a).     Pemeriksaan sensibilitas suhu (terpenting) dilakukan dengan cara tes panas dingin

b).    Terhadap rasa nyeri digunakan jarum pentul

c).     Terhadap rasa raba digunakan kapas

d).    Gangguan autonomik terhadap kelenjar keringat dilakukan guratan tes (lesi digores dengan tinta) penderita exercire, bila tinta masih jelas berarti tes (+) (Gunawan test)

    Syaraf tepi

Dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan syaraf tepi yang berjalan didekat permukaan kulit. Cara pemeriksaan :    N. Aurikularis magnos : Kepala menoleh kearah yang berlawanan, maka teraba syaraf menyilang.


    Infeksi

Penderita diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul dan tertawa untuk mengetahui fungsi daraf wajah.

    2.       Pemeriksaan Bakteriologi

    3.       Pemeriksaan Sesologi

4.       Pemeriksaan Histopatologi : Sebagai pemeriksa penunjang untuk diagnosis dan menentukan tipe kusta.

   

F. Komplikasi

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada Px kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.


G. Penatalaksanaan

Diberikan berdasarkan segimen MDT (Multi Drug Theraphy)

    1.       Pausibasiler

    Rifampisin 600 mg / bulan, diminum didepan petugas (dosis supervisi)

    DDS (Distil Diamino Sulfat) 100 mg / hari , pengobatan diberikan secara teratur selama 6 bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 9 bulan.


    2.       Muti basiler

    Rifampisin 600 mg / bulan, dosis pervisi

    DDS 100 mg / hari, pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis / bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA positif.

H.  Diagnosa Keperawatan

    1.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyebaran penyakit.

    2.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, kaku.


I. Intervensi

           1. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses   penyebaran, ulkus akibat M. Leprae.

Tujuan   : Menunjukkan tingkah laku atau tehnik mencegah kerusakan kulit atau menigkatkan penyembuhan.

Kriteria Hasil :

    Mencapai kesembuhan luka

    Menunjukkan penyembuhan pada lesi

    Tidak terjadi komplikasi dan proses penyebaran tidak terlalu banyak

Intervensi dan Rasional :

1.    Gunakan tehnik aseptik dalam perawatan luka

 R/ Mencegah luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi.

2.    Kaji kulit tiap hari dan warnanya turgor sirkulasi

R/ Menentukan garis dasar bila ada terdapat perubahan dan dapat melakukan intervensi yang tepat.

3.    Instruksikan untuk melaksanakan hygiene kulit dan

melakukan masase dengan lotion / krim

R/ Mempertahankan kebersihan kulit dan menurunkan resiko trauma dermal kulit yang kering dan rapuh massase. Meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan.

4.    Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat

R/ Mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.

5.    Pertahankan sprei bersih atau ganti sprei dengan kebutuhan

kering dan tidak berkerut

R/ Freksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi.

6.    Kolaborasi dengan tim medis lainnya

R/ Melaksanakan fungsi interdependent.



2.       Diagnosa : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dari

                 M.leprae.

      Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam suhu tubuh

normal

 Kriteria Hasil :

    Suhu 36,5 – 37,5 oC

    Nadi 60 – 100 x / m

    Palpasi kulit hangat

    Mukosa bibir lembab


Intervensi dan Rasional :

        1.       Jelaskan pada Kx tentang sebab dan akibat terjadinya panas

R/ Kx mengarti dan dapat kooperatif.

        2.       Beri kompres basah pada ketiak dan lipatan paha

R/ Pemindahan panas secara konduksi.

        3.       Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat

R/ Pemindahan panas secara ovaporasi.

        4.       Lakukan observasi tanda-tanda vital tiap 6 jam (suhu, nadi,

respivasi, mukosa bibir dan akral)

R/ Deteksi dini adanya perubahan.

        5.       Jaga sirkulasi ruangan

R/ Pemindahan panas secara radiasi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar