Senin, 06 Januari 2014

LAPORAN PENDAHULUAN “ANGINA PEKTORIS”

A.    PENGERTIAN

Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel.  (Dasar-dasar keperawatan kardiotorasik, 1993)

Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti  (Noer, 1996).

Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum (Penuntun Praktis Kardiovaskuler)


B.    ETIOLOGI

1.    Ateriosklerosis

2.    Spasme arteri koroner

3.    Anemia berat

4.    Artritis

5.    Aorta Insufisiensi


C.    FAKTOR-FAKTOR RESIKO

1.    Dapat Diubah (dimodifikasi)

a.    Diet (hiperlipidemia)

b.    Rokok

c.    Hipertensi

d.    Stress

e.    Obesitas

f.    Kurang aktifitas

g.    Diabetes Mellitus

h.    Pemakaian kontrasepsi oral

2.    Tidak dapat diubah

a.    Usia

b.    Jenis Kelamin

c.    Ras

d.    Herediter

e.    Kepribadian tipe A

D.    FAKTOR PENCETUS SERANGAN

Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :

1.    Emosi

2.    Stress

3.    Kerja fisik terlalu berat

4.    Hawa terlalu panas dan lembab

5.    Terlalu kenyang

6.    Banyak merokok


E.    GAMBARAN KLINIS

1.    Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri.

2.    Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).

3.    Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.

4.    Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.

5.    Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi, dizzines.

6.    Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.

7.    Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.


F.    TIPE SERANGAN

1.    Angina Pektoris Stabil

    Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen niokard.

    Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.

    Durasi nyeri 3 – 15 menit.

2.    Angina Pektoris Tidak Stabil

    Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.

    Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.

    Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.

    Kurang responsif terhadap nitrat.

    Lebih sering ditemukan depresi segmen ST.

    Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi.



3.    Angina Prinzmental (Angina Varian).

    Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.

    Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.

    EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.

    Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.

    Dapat terjadi aritmia.


G.    PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner).  Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis.  Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan.  Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat.  Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.  Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang.  Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %.  Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang.  Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.  Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri.  Apabila kenutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi.  Proses ini tidak menghasilkan asam laktat.  Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.







H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1.    Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.

2.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan berkurangnya curah jantung.

3.    Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.

4.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.


I.    INTERVENSI KEPERAWATAN

1.    Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.

Intervensi :

a.    Kaji gambaran dan faktor-faktor yang memperburuk nyeri.

b.    Letakkan klien pada istirahat total selama episode angina (24-30 jam pertama) dengan posisi semi fowler.

c.    Observasi tanda vital tiap 5 menit setiap serangan angina.

d.    Ciptakanlingkunan yang tenang, batasi pengunjung bila perlu.

e.    Berikan makanan lembut dan biarkan klien istirahat 1 jam setelah makan.

f.    Tinggal dengan klien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.

g.    Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

h.    Kolaborasi pengobatan.

2.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kurangnya curah jantung.

Intervensi :

a.    Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.

b.    Berikan periode istirahat adekuat, bantu dalam pemenuhan aktifitas perawatan diri sesuai indikasi.

c.    Catat warna kulit dan kualittas nadi.

d.    Tingkatkan katifitas klien secara teratur.

e.    Pantau EKG dengan sering.

3.    Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.

Intervensi :

a.    Jelaskan semua prosedur tindakan.

b.    Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut.

c.    Dorong keluarga dan teman utnuk menganggap klien seperti sebelumnya.

d.    Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.

e.    Kolaborasi.


4.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Intervensi :

a.    Tekankan perlunya mencegah serangan angina.

b.    Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus episode angina.

c.    Kaji pentingnya kontrol berat badan, menghentikan kebiasaan merokok, perubahan diet dan olah raga.

d.    Tunjukkan/ dorong klien untuk memantau nadi sendiri selama aktifitas, hindari tegangan.

e.    Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina.

f.    Dorong klien untuk mengikuti program yang telah ditentukan.

 




A. Definisi
Morbus Hansen adalah penyakit kronis yang disebabkan infeksi Mycobacterium Leprae. (M. Leprae). (Arief Mansjor, 1999)
Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah penyakit infeksi yang kronik penyebabnya adalah Mycobocterium Leprae yang intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mokusa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (FKUI)

B.Etiologi


Kuman penyebabnya adalah Mycobocterium Leprae yang ditemukan oleh G. A. HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial. M. Leprae berbentuk basil dengan ukuran 3 – 8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol, serta positif – gram.

C.Patofisiologi

Setelah M.Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit Morbus Hansen bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular medated immune) pasien. Kalau system imuntas selular tinggi, penyakit berkembang ke  arah tuberkoloid dan bila rendah, berkembang ke arah Lepromatosa M.Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relative lebih dingin, yaitu di daerah akral dengan vaskularsasi yang sedikit.

D. Gejala Klinis


    1.       Kelainan syaraf tepi
Kerusakan syaraf tepi bisa bersifat sensorik, motorik dan autonomik. Sensorik biasanya berupa hipoestesi ataupun anestesi pada lesi kulit yang terserang. Motorik berua kelemahan otot, biasanya didaerah ekstremitas atas, bawah, muka dan otot mata. Autonomik menyerang persyarafan kelenjar keringat sehingga lesi terserang tampak lebih kering. Gejala lain adalah adanya pembesaran syaraf tepi terutama yang dekat dengan permukaan kulit antaralain : n. ulnaris, n. aubikulasi magnus, n. peroneus komunis, n. tibialis posterior dan beberapa  syaraf tepi lain.
   
    2.     Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensinilitas. Lesi kulit dapat tinggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga.lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula,papul atau nodula.
   
    3.       BTA Positif
Pada beberapa kasus ditemukan hadil basil tanah assam dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.


E. Pemeriksaan Penunjang



    1.       Pemeriksaan Klinis

    Kulit

Dicari adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu, nyeri dan rasa raba pada lesi yang dicurigai :

a).     Pemeriksaan sensibilitas suhu (terpenting) dilakukan dengan cara tes panas dingin

b).    Terhadap rasa nyeri digunakan jarum pentul

c).     Terhadap rasa raba digunakan kapas

d).    Gangguan autonomik terhadap kelenjar keringat dilakukan guratan tes (lesi digores dengan tinta) penderita exercire, bila tinta masih jelas berarti tes (+) (Gunawan test)

    Syaraf tepi

Dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan syaraf tepi yang berjalan didekat permukaan kulit. Cara pemeriksaan :    N. Aurikularis magnos : Kepala menoleh kearah yang berlawanan, maka teraba syaraf menyilang.


    Infeksi

Penderita diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul dan tertawa untuk mengetahui fungsi daraf wajah.

    2.       Pemeriksaan Bakteriologi

    3.       Pemeriksaan Sesologi

4.       Pemeriksaan Histopatologi : Sebagai pemeriksa penunjang untuk diagnosis dan menentukan tipe kusta.

   

F. Komplikasi

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada Px kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.


G. Penatalaksanaan

Diberikan berdasarkan segimen MDT (Multi Drug Theraphy)

    1.       Pausibasiler

    Rifampisin 600 mg / bulan, diminum didepan petugas (dosis supervisi)

    DDS (Distil Diamino Sulfat) 100 mg / hari , pengobatan diberikan secara teratur selama 6 bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 9 bulan.


    2.       Muti basiler

    Rifampisin 600 mg / bulan, dosis pervisi

    DDS 100 mg / hari, pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis / bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA positif.

H.  Diagnosa Keperawatan

    1.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyebaran penyakit.

    2.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, kaku.


I. Intervensi

           1. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses   penyebaran, ulkus akibat M. Leprae.

Tujuan   : Menunjukkan tingkah laku atau tehnik mencegah kerusakan kulit atau menigkatkan penyembuhan.

Kriteria Hasil :

    Mencapai kesembuhan luka

    Menunjukkan penyembuhan pada lesi

    Tidak terjadi komplikasi dan proses penyebaran tidak terlalu banyak

Intervensi dan Rasional :

1.    Gunakan tehnik aseptik dalam perawatan luka

 R/ Mencegah luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi.

2.    Kaji kulit tiap hari dan warnanya turgor sirkulasi

R/ Menentukan garis dasar bila ada terdapat perubahan dan dapat melakukan intervensi yang tepat.

3.    Instruksikan untuk melaksanakan hygiene kulit dan

melakukan masase dengan lotion / krim

R/ Mempertahankan kebersihan kulit dan menurunkan resiko trauma dermal kulit yang kering dan rapuh massase. Meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan.

4.    Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat

R/ Mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.

5.    Pertahankan sprei bersih atau ganti sprei dengan kebutuhan

kering dan tidak berkerut

R/ Freksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi.

6.    Kolaborasi dengan tim medis lainnya

R/ Melaksanakan fungsi interdependent.



2.       Diagnosa : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dari

                 M.leprae.

      Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam suhu tubuh

normal

 Kriteria Hasil :

    Suhu 36,5 – 37,5 oC

    Nadi 60 – 100 x / m

    Palpasi kulit hangat

    Mukosa bibir lembab


Intervensi dan Rasional :

        1.       Jelaskan pada Kx tentang sebab dan akibat terjadinya panas

R/ Kx mengarti dan dapat kooperatif.

        2.       Beri kompres basah pada ketiak dan lipatan paha

R/ Pemindahan panas secara konduksi.

        3.       Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat

R/ Pemindahan panas secara ovaporasi.

        4.       Lakukan observasi tanda-tanda vital tiap 6 jam (suhu, nadi,

respivasi, mukosa bibir dan akral)

R/ Deteksi dini adanya perubahan.

        5.       Jaga sirkulasi ruangan

R/ Pemindahan panas secara radiasi.





Sabtu, 04 Januari 2014

Laporan Pendahuluan DEMENSIA

DEFINISI

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
Dimensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran ( Kusuma, 1997)
 

ETIOLOGI

Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006).
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
 

TANDA DAN GEJALA

1.    Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2.    Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
3.    Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
4.    Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5.    Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
 

PATOFISIOLOGI
   
    Perjalanan penyakit yang klasik pada dimensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada usia 50 th atau 60 th dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 th , yang sering berakhir dengan kematian . Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan katagori diasnogtik masing-masing individu.
Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe alzheimer adalah sekitar 8 tahun,dengan rentang 1 hingga 20 tahn.data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat.
Dari penelitian terbaru terhadap 821 penderita penykit lzheimer,rata rata angka harapan hidupadalah 3,5 tahun.sekali demensia didiagnosis,pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis,karena10-15% pasien dengan dimensia potensial mengalamiperbaikan(reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi.
 

MASALAH KEPERAWATAN

1.    Gangguan proses berfikir b/d kehilangan  memory
2.    Defisit perawatan diri b/d penurunn daya ingat
3.    Koping keluarga tidak efektif b/d ketidak sanggupan keluarga untuk merawat